Bank Artikel

ku-Cari, ku-Baca, ku-Arsip-kan. ^Semoga bermanfaat^

02 Mei 2011

Menaklukkan Hawa Nafsu

"Setiap pagi seseorang dikerumuni oleh hawa nafsu, ilmu, dan amalnya. Apabila amalnya mengikuti hawa nafsunya maka harinya adalah hari yang buruk, dan apabila amalnya mengikuti ilmunya maka harinya adalah hari yang baik." (Abu Darda')

Abdullah bin Hudzafah as-Sahmy diturunkan dari tiang gantungan. Ancaman yang dilancarkan oleh para algojo kaisar Romawi itu tidak menggoyahkan imannya. Pun ia telah menyatakan bahwa kematiannya seribu kali lebih disukainya daripada kematian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dan ia membuktikannya.

Sekarang tampaknya Kaisar akan mengujinya dengan cara halus. Tubuh abdullah dibersihkan, diberi wewangian, dan dipakaikan padanya pakaian yang indah. Kemudian ia digiring ke sebuah kamar yang penuh makanan lezat. Pintu ditutup. Namun tak seberapa lama masuklah seorang wanita yang sangat cantik ke kamar itu. Tanpa basa-basi, wanita itu melucuti seluruh pakaian dan semua sifat malunya. Ia menggoda Abdullah dengan berbagai macam cara.

Abdullah pun menutup kedua matanya. Sebagai seorang lelaki normal, bukannya ia tidak terkesima dengan kecantikan wanita yang terlihat olehnya sesaat ia masuk mengagetkannya. Namun Abdullah selalu merasa diawasi oleh Allah di mana pun dan kapan pun ia berada.

Tiba-tiba pintu kamar terbuka dengan kasar. Wanita itu keluar. Bukan mengulum senyum kemenangan, tetapi dengan tangisan kegagalan. "Aku tak tahu apakah aku berhadapan dengan laki-laki atau sebongkah batu, sebagaimana aku tidak tahu apakah aku sekarang seorang pria atau wanita," katanya.

Kaisar segera memerintahkan prajurit untuk menyediakan tungku raksasa berisi air mendidih. Seorang tawanan segera dilemparkan ke dalam tungku itu. Pemandangan yang sangat mengerikan terpampang di hadapan Abdullah. Tubuh orang itu melepuh, daging dan tulangnya terpisah. Hancur, lebur.

Kaisar menoleh kepada Abdullah. Sekali lagi, Kaisar memintanya murtad. Namun, lagi-lagi itu ditolak Abdullah dengan jawaban lebih tegas.

Kesabaran Kaisar habis. Beberapa prajurit membawa Abdullah ke dekat tungku berisi air mendidih itu. Tiba-tiba, matanya berkaca-kaca. Abdullah menangis, "Akhirnya, hatinya luluh," begitu pikir Kaisar, "Apakah kamu menerima tawaranku?".

"Tidak!" tegas Abdullah.

"Mengapa kamu menangis?" tanya Kaisar lagi.

"Sungguh, aku berangan-angan mempunyai nyawa sebanyak bulu yang tumbuh di jasadku kemudian semuanya dilemparkan ke dalam tungku ini. Aku menangis karena aku hanya punya satu nyawa!" jawab Abdullah yang membuat Kaisar terperangah.

Dan tiba-tiba saja Kaisar berubah pikiran. "Apakah kau mau mencium kepalaku kemudian kau kubebaskan?"

"Apakah sahabat-sahabatku juga bebas?" tanya Abdullah.

"Ya," jawab Kaisar.

"Seorang musuh Allah kucium kepalanya untuk kebebasanku dan kebebasan tawanan muslimin, tidak ada mudharat dalam hal itu," begitulah kesimpulan Abdullah. Abdullah kemudian mencium kepala sang Kaisar, dan para tawanan pun bebas.

Selain Abdullah bin Hudzafah as-Sahmiy ada banyak tokoh yang kita kenal telah mampu menaklukkan hawa nafsunya. Sebutlah orang ketiga yang masuk ke dalam gua dan gua itu tertutup oleh sebongkah batu. Atau yang paling populer: Nabi Yusuf bin Ya'qub. Mereka yang telah mampu menaklukkan hawa nafsu itu akhirnya mendapatkan kemuliaan di dunia sebagai awal dari kabar keberuntungan mereka di akhirat kelak.

Banyak yang ingin meneladani mereka namun tak tahu mesti berbuat apa. Ibnul Jauzi dalam kitabnya, Dzammul Hawa menyatakan bahwa untuk menaklukkan hawa nafsu hanya diperlukan tekad yang kuat. Selanjutnya beliau menyebutkan tujuh perkara yang akan memperkuat tekad yang kita miliki.

Pertama, memikirkan bahwa manusia tidak diciptakan untuk hawa nafsu. Hanya saja ia diciptakan untuk memperhatikan akibat-akibat dan beramal untuk kemudian hari. Hanya binatanglah yang diciptakan oleh Allah untuk bersenang-senang di dunia ini. Makan, minum, dan kawin semau mereka.

Kedua,hendaklah memikirkan akibat yang akan diterima. Betapa hawa nafsu telah menghilangkan banyak keutamaan dan menjatuhkan dalam kehinaan. Betapa makanan telah menjerumuskan kepada penyakit, dan betapa kemaksiatan telah mengakibatkan hilangnya kehormatan, nama buruk, dan menyebabkan dosa.

Ketiga, hendaknya seorang yang berakal membayangkan bahwa keinginannya akan terputus dan membayangkan derita yang akan datang setelah hilangnya kelezatan itu. Dengan begitu ia akan melihat hakikat yang dijalaninya selama ini.

Keempat, hendaklah ia membayangkan jika hal itu (mengikuti hawa nafsu) terjadi pada diri orang lain. Bagaimana keadaan orang itu dalam pandangannya. Dengan begitu ia akan tahu aibnya, jika ia yang berkubang hawa nafsu.

Kelima, hendaknya ia memikirkan hakikat kelezatan yang dicarinya, surga. Akalnya pasti akan mengabarkan kepadanya bahwa yang didapatnya di dunia selama ini tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kenikmatan di sana.

Keenam, hendaknya merenungkan kemuliaan kemenangan dan kehinaan dijajah atau dikuasai. Tidak ada seorang pun yang mengalahkan hawa nafsunya kecuali ia akan merasakan kuatnya kemuliaan. Dan tidaklah seseorang dikalahkan oleh hawa nafsunya kecuali ia merasakan bahwa dirinya terjajah dan terhinakan.

Ketujuh, hendaknya memilikirkan faedah menyelisih hawa nafsu; seperti nama baik di dunia, sehatnya badan, kehormatan, dan pahala di akhirat. Lalu ia kembali dan memikirkan bahwa hawa nafsunya bisa menghasilkan kebalikan dari perkara-perkara itu.

Wallahul Muwaffiq


disalin dari Majalah Elfata No. 60 Th. V Jumadil Ula-Jumadil Akhir 1427 H/Juni 2006
(majalah 5 tahun lalu, namun ilmu didalamnya tak pernah usang dan insya Allah akan terus bermanfaat)

gambar diambil dari sini

0comments:

Posting Komentar